Mengapa PLTU Supercritical lebih effisien?

Saat ini, effisiensi energi merupakan tema yang tidak dapat dipisahkan di setiap pembangunan di negara berkembang maupun negara maju. Di dunia ketenagalistrikan pun, tema effisiensi energi ini selalu digaungkan, termasuk didalamnya pemilihan jenis powerplant (pembangkit listrik).  Semakin effisien suatu jenis powerplant maka  maka secara teknis peluang untuk dipilih dan dibangun akan semakin besar.

Pembangkit listrik termal khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan semakin effisien ketika tekanan (pressure) dan Temperatur operasi uap (steam) semakin tinggi. Ketika Main steam beroperasi diatas titik kritis air (Pressure 221 Bar a dan Temperatur 374 ° C), maka PLTU tersebut disebut Supercritical Power Plant. Parameter Temperatur di hampir semua PLTU pasti diatas 374 deg C sehingga hanya parameter pressure yang menentukan suatu PLTU disebut supercritical atau subcritical. Jika pressure Main steam diatas 221 Bar maka disebut PLTU supercritical, sebaliknya jika dibawah nilai tersebut disebut subcritical.

pada gambar diatas dapat dilihat bahwa perubahan air menjadi uap pada PLTU Supercritical khususnya pada Boiler Supercritical tidak melewati fasa campuran. sedangkan pada boiler subcritical melewati fasa campuran seperti terlihat pada bagian kiri gambar diatas.

Apa yang membuat  PLTU supercritical  ini bisa dikatakan lebih effisien dibandingkan PLTU subcritical. Untuk menganalisanya,  dapat kita lihat dari Heat Balance Diagram dan Parameter Utama lainnya untuk dapat menghitung Turbince Cycle Heat Rate (THR), dan Gross Plant Heat Rate (GPHR).   mari kita bahas beberapa PLTU subcritical dan supercritical di indonesia

berikut  beberapa Data Heat Balance Diagram (HBD) PLTU Supercritical dan Subcritical di Indonesia

  1. HBD PLTU Supercritical 660 MW

Berikut Contoh Data HBD PLTU 660 MW  dari sumber Fabrikan China

Resume parameter utama di dalam HBD dan data lain dari PLTU diatas adalah sebagai berikut:

  • Main Steam Pressure : 242 Bar a
  • Main Steam Temperature : 566 ° C
  • Reheat Steam Pressure : 45.77 Bar a
  • Reheat Steam Temperature : 566 ° C
  • Final Feedwater Temperature : 286.9° C
  • Gross Output: 660 MW
  • Boiler Effisiensi : 84 % HHV Based
  • Desain Kalori Batubara: HHV 4000 kKal/kg (Ar)
  1. HBD PLTU Supercritical 860 MW

Berikut Data HBD PLTU 860 MW dari sumber Fabrikan Jepang

Resume parameter utama di dalam HBD dan data lain dari PLTU diatas adalah sebagai berikut:

  • Main Steam Pressure : 245 Bar a
  • Main Steam Temperature : 538 ° C
  • Reheat Steam Pressure : 47 Bar a
  • Reheat Steam Temperature : 566 ° C
  • Final Feedwater Temperature : 288.7° C
  • Gross Output: 860 MW
  • Boiler Effisiensi (guaranteed) : 86.7 % HHV Based
  • Desain Kalori Batubara: HHV 4800 kKal/kg (Ar)
  1. HBD PLTU Subcritical 315 MW

Berikut Data HBD PLTU 315 MW dari sumber Fabrikan China

Resume parameter utama di dalam HBD dan data lain dari PLTU diatas adalah sebagai berikut:

  • Main Steam Pressure : 166.7 Bar a
  • Main Steam Temperature : 538 ° C
  • Reheat Steam Pressure : 33.79 Bar a
  • Reheat Steam Temperature : 538 ° C
  • Final Feedwater Temperature : 277.5° C
  • Gross Output: 315 MW
  • Boiler Effisiensi : 86 % HHV Based
  • Desain Kalori Batubara: HHV 4500 kKal/kg (Ar)

Dengan menggunakan formula berikut:

Turbine Cycle Heatrate (THR) = (Qin Main steam+ Qin Reheat) /Gross Power Output      [kkal/kWh]
Gross Plant Heat Rate (GPHR) =  THR/ effisiensi Boiler     [kkal/kWh]

Dari hasil perhitungan menggunakan formula diatas dan data beberapa contoh  data pembangkit diatas dapat kita bandingkan hasilnya tabel berikut

PARAMETER PLTU Subcritical

315 MW

PLTU Supercritical 660 MW PLTU Supercritical860 MW
  • Nilai Kalori Batubara (GAR) Dalam [kkal/kg]
4500 4000 4800
  • Turbine Cycle Heat Rate (THR)  dalam [kkal/kWh]
1918 1857 1879
  • Effisiensi  Boiler (HHV )
86% 84% 86,7%
  • GPHR (HHV) [kkal/kWh]
2230 2211 2167
  • Gross Plant Effisiensi (HHV)
38,6% 38,9% 39,7%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa

  1. Turbine Cycle Heat Rate(THR) PLTU Supercritical lebih rendah dari PLTU Subcritical, artinya  energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kWh listrik pada PLTU Supercritical lebih kecil dibandingkan pada PLTU Subcritical. dengan kata lain  THR pada PLTU Supercritical lebih effisien/lebih baik dibandingkan PLTU subcritical
  2. Pada kasus diatas, Boiler effisiensi PLTU Subcritical 315 MW lebih baik dari PLTU Supercritical 660 MW, hal ini menandakan bahwa teknologi Supercritical tidak serta merta menjadikan effisiensi boilernya lebih effisien dari PLTU Subcritical.  Mengapa demikian ? karena Desain Boiler PLTU Supercritical 660 MW diatas menggunakan  spesifikasi batubara yang lebih rendah (4000 kkal/kg) dari PLTU Subcritical (4500 kkal/kg)
  3. Gross plant effisiensi dibentuk dari effisiensi siklus termal dan effisiensi boiler, sedangkan effisiensi boiler bisa dikatakan “given” dari spesifikasi batubara yang digunakan sehingga pilihan untuk mengeffisienkan suatu PLTU adalah pada siklus termalnya yaitu pemilihan menggunakan tipe PLTU Supercritical atau yang lebih tinggi lagi yaitu PLTU Ultra Supercritical

Kesimpulan yang dapat diambil terkait pertanyaan , mengapa PLTU Supercritical lebih effisien  adalah pada Turbine Cycle Heat Rate yang lebih baik dibandingkan jenis PLTU lainnya, bukan effisiensi pada Boiler Supercritical

Mechanical Engineer in EPC Power Plant Company

17 Responses to Mengapa PLTU Supercritical lebih effisien?

  1. lukman says:

    sangat bermanfaat sekali tapi saya masih bingung mengapa THR pada supercritical lebih efisien ketimbang subcritical?? apakah karena perbedaan pressure atau temperatur

  2. Mardi says:

    Sangat bermanfaat terima kasih ilmunya

  3. robiansah says:

    menarik mas ilmunya..
    sya nubie mau tanya mas,klo tekanan vacuum di subcritical boiler dengan supercritical boiler beda ndak y mas?
    trmakasih

    • Abdul Manan says:

      Mungkin pertanyaannya vacuum di condenser di PLTU supercritical dan subcritical ya.. pada prinsipnya tidak ada hubungan antara vacuum condenser dengan tipe pembangkit, karena vacuum condenser mengikuti desain saturated temperature dan temperature air pendingin

  4. Hari Wibowo says:

    Sangat bermanfaat mas artikelnya, apalagi saya newbie di boiler supercritical.. Mas saya mau tanya apa perbedaannya menghitung heat rate di pltu yang menggunakan subcritical dg yg menggunakan supeecritical?

  5. Rahmah Rohani says:

    Sangat bermanfaat thanks- untuk efisiensi boiler jika desainx menggunakan batubara yg sama dgn subcritical apakah bisa dicapai efisiensi boiler?

    • Abdul Manan says:

      mohon diperjelas pertanyaanya,
      apakah yang dimaksd jika batubara sama, effisiensi boiler subcritical dan supercritical sama?
      kalau boleh saya jawab bisa jadi sama, tetapi pada kenyataannya hal itu tergantung design fabrikan boilernya, secara thermal bisa didesign sama

  6. jumiko says:

    sangat menambah ilmu,

    mohon pencerahannya, jika diliat dari segi termal energi bisa dikatakan PLTU supercritical lebih efisien, apakah sama jika diliat dari segi ekonomis investasi powerplant supercritical dan subcritical pak ?

    apakah ada standart kapasitas PLTU subcritical dan supercritical pak ?

    Mohon pencerahannya,

    salam

    • Abdul Manan says:

      tentu saja secara ekonomis, investasi PLTU supercritis akan lebih baik dibandingkan subcritical, karena investasi PLTU itu jangka panjang dihitung hingga 25 hingga 30 tahun kedepan

      sampai saat ini yang saya tahu PLTU Superkritis kapasitas diatas 300MW

      Salam

      • Adit Rusman says:

        Bagaimana proses menentukan kapasitas daya yg akan dihasilkan saat perencanaan membangun pembangkit (misal PLTU ini)? Apakah hanya dengan menggunakan efisiensi energi/exergi maksimum (misal didapat 300MW, berdasarkan perhitungan terhadap siklus temperatur, mass flow rate, dll yg paling efisien), namun pembangkit tetap bekerja hanya pada baseload yg dibutuhkan (misal 150MW)?

        • Abdul Manan says:

          Terimakasih Pak Adit atas pertanyaannya.

          proses penentuan kapasitas pembangkit listrik dimulai dengan studi elektrifikasi jaringan diwilayah tersebut. kemudian dilanjutkan feasibility Study(FS) pembangkit yang telah ditentukan kapasitas sekian MW itu apakah secara teknis dan finansial layak untuk dibangun. termasuk di FS tersebut pennetuan tipe pembangkit apakah sebagai base load, load follower atau peaker ditentukan disana.
          aktual saat sudah terbangun pembangkitnya dioperasikan berapa MW itu menjadi tanggung jawab dari PLN Pengaturan beban

  7. Iqbal says:

    Mantap pak Ilmunya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *